Senin, 24 Desember 2007

Menuntaskan Pemahaman Sekolah

Oleh: Insan Ihsan

Enam tahun disekolah dasar, tiga tahun di SLTP, tiga tahun di SMA, dan mungkin juga enam tahun dibangku kuIiah. Itu adalah jenjang pendidikan formal yang dikenal dinegeri ini. Lalu, apakah itu ?

Pemahaman masyarakat terhadap pendidikan terperangkap dalam penyebutan kaku, formal, dan seringkali kosong. Atau, kalau tidak begitu, terjebak pada pandangan sekolah hanya sebuah ritual hidup. Cuma fase yang harus dilalui dalam sejarah linier seorang manusia. Dengan kata lain sekolah hanya untuk rnengisi waktu luang, bersenang­senang di masa muda, sebelum turun ke masyarakat. Itu thok I. Tidak ada pemaknaan lain yang lebih eerdas dan bernas terhadap sekolah sebagai tanda (sign) tingginya peradaban.

Jika ada pemaknaan yang maju, itu tak hanya sekedar jargon "belajar pangkal pandai" yang cenderung dipaksakan.

Akhirnya inilah Indonesiakita. Staie de Manque, kata Clifford Greezt. Carut marut, ruwet, dan selalu terserimpit padaa batu yang sama yang diakibatkan oleh polah sendiri.

Pendidikan sekolah mulanya memang dimaksudkan sebagai bagian dari proyek pencerahan (aufklarung). Ia diharapkan menjadi wadah pencerahan yang mendewasakan. Membebaskan manusia dari ketergantungan otoritas luar dirinya, temtama terhadap sistem yang menindas dan mengasingkan.

Tapi, rupanya pendidikan bukanlah sesuatu yang netral. Bukan pula suatu tanda untuk pencerahan. Pendidikan justru menjadi alat bagi kelas yang berkuasa untuk menanamkan ideologinya. Ada hidden agenda (agenda terselubung) yang ditentukan kurikulum oleh negara untuk menciptakan budaya bisu.

Pendidikanpun ditanamkan dengan sistem pendidikan gaya bank, murid hanyalah obyek. Ia pasif dan hanya menerima gagasan. Masih banyak antagonisme pendidikan gaya bank ini: guru mengajar, murid mendengar: murid belajar, guru bicara, guru tahu segalanya murid tak tahu apa.apa.

Pandangan Islam

Hamid Hasan Bilgramil dan Said Ali Ashraf mengatakan, dalam koridor Islam pendidikan dipandang sebagai unity of god (tauhid) yang terfeleksikan dari semua segi kehidupan dan mengitegrasikan watak suci dan profan. Artinya, setiap individu (pelajar) muslim harus memahami bahwa kerangka berfikir dalam konteks apapun harus difahamai sebagai tugas khaliufatu1lah, mencari ridho Allah; menegakkan setidi-sendi universal­ism Islam sebagai sebuah agama.

Untuk itu, .sedikititya ada tiga karakteristik dunia pendidikan Islam, Yakni (I') ta 'zim: mencintai kehormatan dari wujud kebenaran Islam. (2) adab: menghormati dan menghargai nilai-nilai Islam, (3) tamil: bersedia untuk tunduk pada misi dan jiwa' Isllam

Ketiga karakteristik tersebut, bukan sebatas sebuah dogma. Melainkan sebuah proses pemahaman terhadap intuisi kebenaran dalam jaring-jaring kehidupan dunia.

Format Pendidikan Sekolah

Seorang sosiolog barat Randall Collins, mengungkapkan ada tiga tipe dasar pendidikan di dunia bailk yang bersifat dogma keagamaan maupun sekuler.

(1) Pendidikan keterampilan praktis. Pendidikan ini didasarkan kepada suatu bentuk pengajaran guru magang (master apperentice) seperti mengajarkan baca tulis (lit­eracy) .

(2) Sistem pendidikan kelompok status. Berfungsi untuk memberi arti "pada status kelompok sosial. Pendidikan ditujukan untuk tujuan simbolisasi dan memperkuat prestise dan hak-hak previlege kelompok elit dalam masyarakat yang memiliki sistem pelapisan sosial.

(3) Sistem pendidikan birokrasi. Ditujukan untuk merekrut orang-orang yang akan duduk di dalam pemerintahan dan mendisiplitikan massa agar memenuhi tuntuitan politik pemerintah. Tipe pendidikan ini pada umumnya memberikan penekanan pada ujian, syarat kehadiran, peringkat, dan derajat.

***

1 komentar:

pendekar galuh mengatakan...

fhoto abang cakep banget sech..!!! dah nikah belum ya? aku Azijah dari jember. met berkarya aza ya bang.